Sosialis-COVID 19 Akselerasi: 1. Krisis Unik

Dalam tulisan ini kami akan memaparkan beberapa hal mengenai apa yang tengah terjadi di Amerika, dan tentunya apa saja yang jelas tak mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Kenapa Amerika? Penulis masih percaya, Amerika Serikat adalah salah satu dari dua tolak ukur penting (selain Tiongkok) yang dapat dijadikan standar ukur untuk krisis dunia seperti yang tengah akan terjadi. Selain itu tulisan ini juga dibuat untuk melihat secara langsung apa yang tidak mungkin dilakukan oleh kapitalisme dan negara serta bagaimana ini menentukan langkah selanjutnya dari gerakan kita.

Menurut FED, akan sangat mungkin sebanyak 47 juta pekerja kehilangan pekerjaannya karena tindakan darurat yang diambil negara untuk mengendalikan pandemi corona. 47 juta pekerja! Jika kita tidak mengambil langkah-langkah penting mulai dari sekarang, konsekuensi untuk menanggulangi pengangguran tidak akan berjalan: sosialisme dibatalkan dan kerusuhan rasial pecah dimana-mana!

Jadi mari kita ulas beberapa tantangan di era pandemi sosial ekonomi yang disebarkan oleh virus corona ini!

Sosialis-covid19 akselerasi

Poin 1 – Pendahuluan: Krisis ini mengambil cara yang unik untuk terjadi

Pertama, kami harus menjelaskan bahwa dari sudut pandang teori nilai Marx, ini bukanlah krisis. Karena dalam pandangan teori Marx “krisis selalu merupakan solusi sementara dan paksa dari kontradiksi yang ada.” Krisis bersifat secara internal dalam cara produksi; mereka muncul sebagai tantangan dan cara untuk melakukan penyelesaian terhadap kontradiksi dalam mode produksi itu sendiri. Namun peristiwa covid-19 ini jelas mengambil bentuk krisis dengan panggilan kekuatan eksternal untuk mendorongnya terjadi. Berdasarkan laporan, pandemi ini dimulai dengan munculnya infeksi virus yang masih misterius asalnya di RRC, yang dengan cepat menyebar dan menelan sebagian besar pasar dunia. Pandemi itu segera memaksa sebagian besar negara untuk mengambil langkah-langkah kesehatan masyarakat yang agresif untuk menahan dirinya. Di antara langkah-langkah ini tersebutlah beberapa cara seperti: social distancing dan lockdown untuk memperlambat penyebaran virus. Langkah-langkah ini menyebabkan berbagai bisnis di banyak negara menutup operasinya karena himbauan yang berbunyi kurang lebih di negara kita: #UdahdiRumahAja.

Langkah-langkah ini memiliki konsekuensi ekonominya sendiri: pertama, banyak modal terpaksa diam karena tindakan yang harus dilakukan untuk kesehatan masyarakat; sehingga jutaan pekerja telah dibebaskan dari pekerjaan mereka. Kedua, ketergantungan jutaan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada sistem yang kini semakin rapuh akan menemui puncak kepanikannya dalam berbulan-bulan keadaan darurat.

Dengan demikian langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatan masyarakat menganggu penjualan tenaga kerja dan sirkulasi modal; karena pekerja dipaksa meliburkan diri oleh pandemi.

Untuk memutuskan langkah yang tepat demi memperbaiki kesehatan masyarakat yang tengah dihajar oleh pandemi, negara-negara di dunia terpaksa menghentikan proses akumulasi kapitalis global itu sendiri; mereka terpaksa mematikan saklar pabrik dan kantornya. Ini membuat keadaan darurat saat ini berbeda dengan – katakanlah – kondisi yang tejadi saat Depresi Ekonomi, jatuhnya Bretton Woods, dan krisis keuangan 2008, yang menghasilkan 3 krisis ekonomi terbesar dalam sejarah. Kontraksi ekonomi yang terjadi karena banyak kejadian diatas dapat dipastikan timbul dari kontradiksi internal mode produksi yang memunculkan solusi paksa dari dinamika ekonomi.

Peristiwa saat ini mampu melampaui akal sehat perekonomian dan mungkin memang jauh lebih besar/luas daripada krisis-krisis yang terjadi sebelumnya; maka solusi yang harus diambil untuk perekonomian pun harus melampaui proses akumulasi kapital.

Leave a comment