Apakah Sosialisme = Kapitalisme++?

thi

Argumentasi yang umum mengisi kepala marxis hari ini adalah argumentasi yang berbicara bahwa masyarakat tidak dapat pergi dari kapitalisme menuju komunisme tanpa melalui tahapan. Oleh karenanya, bagi mereka, masyarakat harus melewati tahap transisi yang disebut sebagai sosialisme. Orang yang tidak memahami hal ini akan otomatis dituduh sebagai kaum anarkis, utopis, tidak ilmiah dan melompat. Tapi tidak jelas apa yang dipikirkan oleh para sosialis mengenai tahapan transisi itu atau apa-apa saja hal yang harus dilakukan setelah mereka terpilih atau merebut kekuasaan. Jika saya tidak salah membaca dan mencerna argumentasi mereka secara substansial, saya membayangkan bahwa kaum sosialis harus dan dapat (minimal dapat bergaya) untuk sekedar mengelola kapitalisme dalam jangka waktu yang lebih lama atau lebih pendek.

Sejauh ini saya memahami beberapa problematika yang mendasari gagasan para sosialis mengenai tahap transisi yang harus dijalankan pasca perebutan kekuasaan:

  1. Seluruh modal tidak dapat diambil alih dalam jangka waktu satu hari.
  2. Perekonomian berarti akan tetap kapitalistik dalam beberapa waktu pasca perebutan kekuasaan terjadi.
  3. Perusahaan-perusahaan strategis yang diambil alih tidak mungkin untuk melaksanakan program sosialis berupa penghapusan upah pekerja (kerja upahan)
  4. Dengan begitu, investasi akan tetap berada di tangan borjuis bahkan ketika kekuasaan politik berada didalam genggaman ‘kelas pekerja’.
  5. Perdagangan luar negeri akan dan harus tetap dikelola untuk kebutuhan ekspor dan impor.

Beberapa hal diatas menyiratkan bahwa:

  1. Pemerintahan sosialis masih membutuhkan perdagangan luar negeri.
  2. Negara masih harus bersifat kompetitif dalam hal ekonomi.
  3. Upah tidak akan melampaui jumlah produktivitas tenaga kerja; yang berarti, kemungkinan bahwa pemerintahan revolusioner akan tetap bertabrakan dengan serikat pekerja.

Argumentasi semacam ini membuat saya tertekan. “OMG! Sosialisme lebih sulit ketimbang apa yang saya bayangkan!”

Butuh waktu yang agak panjang dan beberapa bacaan untuk keluar dari logika semacam diatas. Saya akhirnya menemukan benang yang membuat saya sadar bahwa sosialis hari ini tidak benar-benar membicarakan tentang mengelola masyarakat sosialis secara sungguh-sungguh; melainkan mereka sebenarnya tengah berbicara mengenai betapa sulitnya mengelola kapitalisme. Dalam daftar kesimpulan diatas ada sebuah kesimpulan yang paling menyedihkan dimana untuk beberapa waktu basis produksi dari ekonomi akan secara substansial tidak berubah, yaitu masih dalam lingkup produksi untuk keuntungan (nilai lebih). Pemerintahan sosialis memilih untuk mengamankan demokrasi borjuis, tetapi tugas untuk menghapuskan corak produksi berorientasi keuntungan akan selalu ditempatkan (baca: ditunda) di masa depan.

Saya pada akhirnya memiliki beberapa keresahan untuk hal ini: Saya mengetahui bahwa sejak lama, mereka yang mengaku dirinya sebagai bagian dari partai-partai sosial-demokrat di luar sana telah lama meninggalkan tujuan untuk mengakhiri perbudakan upah (kerja upahan). Tetapi, bagaimana untuk siapapun yang disebut sebagai sosialis revolusioner, yang masih berfikir bahwa kita tidak dapat mencapai masyarakat tanpa kelas pasca revolusi terjadi? Bagi saya tampaknya pelajaran sejarah sudah cukup bisa meyakinkan kita semua: Kuba dan Venezuela menunjukkan bahwa masih banyak orang-orang sosialis diluar sana yang berfikir bahwa kita tidak dapat mencapai sosialisme penuh di hari pertama. Keresahan saya dapat dijelaskan selanjutnya sebagai pertanyaan: Seberapa lama negara-negara tersebut memiliki kelas pekerja yang mengklaim bahwa mereka memerintah masyarakat, tetapi setiap hari masih menjual tenaga kerjanya dan tunduk pada pemerasan tenaga kerja yang ada? Bukankah ini adalah resep yang cukup untuk menghasilkan kegagalan?

Kapitalisme, sejauh yang kita ketahui secara bersama, adalah suatu sistem produksi yang berjalan demi keuntungan. Jika kamu membiarkan kapitalisme dengan orientasi keuntungannya itu terus berjalan, cara produksi akan menegaskan hukum masyarakatnya sendiri. Memang ada batasan untuk apa yang disebut sebagai capaian ‘pemerintahan sosialis’ pada hari pertama. Kita tidak dapat membawa masyarakat komunisme – dimana masing-masing sesuai kebutuhan dan kemampuan – secara penuh tanpa proses.

Tapi mengapa kita tidak segera mengakhiri kerja upahan (sistem pengupahan tenaga kerja) yang berprinsip bahwa ‘jika tidak kerja maka tidak makan’?

Karena tujuan sosialisme bukanlah untuk meminimalisir penyalahgunaan terburuk kapitalisme. Itu bukanlah tujuan yang tepat. Tujuan langsung dari kaum sosialis adalah mengakhiri produksi demi keuntungan, untuk menghapuskan perbudakan upah. Ini memang tidak akan segera menciptakan masyarakat komunis berdasarkan prinsip masing-masing sesuai kebutuhan, tetapi sosialisme akan mengakhiri keberadaan benalu dan parasit yang hidup dari kerja orang lain. Penghapusan kerja upahan (dalam apapun bentuknya) dan produksi demi keuntungan tentu saja akan melalui proses yang tidak mudah karena kelas borjuis akan segera menyadari bahwa pesta ratusan tahun ini akan berakhir untuk selamanya. Kita akan melihat penarikan modal besar-besaran, serangkaian kebangkrutan, anjloknya investasi, dan upaya untuk pengembalian sistem kapitalisme yang dibiayai.

 

Apakah kita harus peduli dengan itu?

Ada berapa orang pekerja kah di Indonesia ini yang mem’peduli’kan mengenai deflasi dan inflasi atau defisit perdagangan?

Tidak benar-benar ada!

Seperti itulah seharusnya gerakan sosialis kita berjalan. Tidak ada seorangpun yang benar-benar peduli dan memperhatikan secara detail mengenai penarikan modal, defisit perdagangan, dan lain sebagainya. Para ekonom lah yang berusaha secara terus-menerus menakuti kita semua (termasuk para sosialis dan pekerja) dengan kisah-kisah horor ekonomi yang membuat kita terus hidup dengan rasa takut untuk melepaskan diri dari perdagangan (dan lebih lanjutnya kerja upahan).

Lalu mengapa para sosialis malah berusaha menyadarkan semua orang untuk peduli pada perekenomian kapitalisme dengan kemungkinan inflasi, deflasi dan defisit yang terus menghantui? Bukankah tujuan kita adalah menghancurkan kapitalisme? Mengapa kita harus peduli dengan inflasi, deflasi dan penarikan modal jika tujuan kita bukan untuk menyelamatkan kapitalisme tetapi menghancurkannya?

2 thoughts on “Apakah Sosialisme = Kapitalisme++?”

Leave a comment